Home | Sitemap | PMI Pusat | Kunjungi Situs Kami yang Baru

MIMPIPUN HARUS DIAKHIRI..... JIKA TUGAS MENJEMPUT

DITUGASKAN di Dapur Umum oleh Koordinator Tim Relawan PMI Cilegon sedikit membuatnya kaget. Pasalnya, selama berkiprah sebagai relawan PMI Cilegon, Ade Saefullah belum punya pengalaman masak nasi, bikin sayur, atau bumbu daging ayam. Yang dia bisa cuma masak air, masak mie, dan ceplok telor.

Rupanya nasib berbicara lain. Tuhan maha tahu, kalau Ade tidak pandai masak.  Oleh koordinator tim DU, ia diserahi tugas sebagai petugas distribusi bahan makanan. Istilahnya pegang gudang bahan makanan. So, kagak usah masak tuh kayaknya. “Hehehe…tau juga tuh koordinator DU kalo gue ni kagak bisa masak,” tuturnya sambil nyengir.


Pukul 13.30 WIB, Ade dan lima rekannya berangkat menuju lokasi DU yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIEAD). Pendek cerita, jam 20.00 WIB, tugasnya selesai. Ia pun sejenak merebahkan badan. Sampai-sampai lupa cuci muka, apalagi mandi. Padahal, bak di kamar mandi lantai III yang jadi “kontrakan” relawan PMI Cilegon dan Serang terisi penuh. “Kang nur, jam 2 subuh gue ma temen-temen mo berangkat lagi ke pos DU, karena harus distribusikan bahan makanan untuk siap di masak. Sebab, pagi-pagi sekali sarapan buat pengungsi dan relawan dan petugas lainnya yang ada di lokasi bencana harus sudah didistribusikan,” katanya kepada Koordinator Tim PMI Cabang Cilegon dan Serang, Nurwarta Wiguna. Setelah meneguk air mineral dalam kemasan gelas, mata Ade mulai layu. Perlahan tubuhnya yang tinggi kurus tak mampu lagi untuk duduk apalagi berdiri. Singkat cerita, ia sudah melayang ke alam mimpi. Entah lagi mimpi, yang jelas Ade kelihatan pulas.

Pukul 00. 35 Wib, Sarino, relawan PMI Cilegon yang kebetulan tugas di bidang logistik menerima pesan singkat dari Saiban, KSR Unit Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat. Sms itu sebenarnya dari koordinator lapangan, dr. Fuad Fahlevi. Isi smsnya, “Rul tlg ke heri/jamil, du untk tmbh 280 lg. persiapn pindh ke penampungan. tx…tu smsnya. kyknya tim du disuruh +280 porsi lagi”. Mendapat sms tersebut, Sarino bingung, karena ia tidak tega membangunkan tim DU yang sudah menyulam mimpi. Namun, koordinator tim memintanya untuk membangunkan seluruh tim DU agar bangun. Atas instruksi tersebut, Sarino langsung membangunkan ketua Tim DU PMI Cilegon &  Serang, Syamsul Rizal. Namun, Syamsul tak bergeming dari pembaringannya, rupanya ia tengah mimpi indah, sehingga tidak menghiraukan teriakan Sarino yang membangunkannya.

Karena Syamsul tak bangun-bangun juga, Sarino mencoba membangunkan Ade. Dengan hanya dua kali teriakan “Woi bangun! De Bangun!”, alhasil membuat mata Ade yang seperti besi di las jadi melek kembali. “De, da sms nih, kayaknya TIm DU mesti cabut,” tutur Sarino.
Mata Ade memang melek, namun “nyawa” dia sepertinya masih di alam mimpi. Informasi dari Sarino tak digubrisnya. Ia malah mendekati segelas kopi dan sepotong biskuit yang langsung dilahapnya. Baru setelah mencicipi dua teguk kopi dan satu lembar biskuit, Ayah yang baru punya satu momongan bersama Jubaedah ini mulai bangun beneran dari tidurnya. Mimpi indah Ade harus diakhiri, ketika tugas telah memanggil. “Da pa Kang Sarino. Sori, tadi Ade kayaknya masih ngantuk,” tukasnya.

Setelah dijelaskan, tanpa basa-basi lagi Adepun langsung “terbang” ke Pos DU.  Tentunya jalan kaki, karena ia tidak bawa motor maupun mobil. Sementara itu, beberapa rekan se tim DU, Budi Santoso, Cecep Supriyadi dan Saeful Fahromi pun dibangunkan oleh Sarino. Tanpa mengalami kendala, Sarino berhasil membangunkan ketiganya.

Itulah konsekuensinya jadi relawan. Dalam kondisi apapun, jika tugas memanggil, harus dilaksanakan. Apalagi, sudah komitmen.  Apa yang dialami Ade ini, hanyalah secuil tantangan yang harus dihadapi relawan tatkala berada di kancah bencana. Banyak lagi tantangan bahkan hambatan besar yang menimpa relawan ketika sedang melaksanakan operasi bantuan kemanusiaan dalam sebuah tragedi bencana. Mereka tanpa lelah dan tak mengharapkan  pamrih, melaksanakan tugas dengan tulus, meski harus menghadapi malas, lelah, maupun mara bahaya. “PANTANG MUNDUR RELAWAN!